Home / Hukum / Redaksi

Rabu, 13 April 2022 - 20:54 WIT

Paksa Menikah, Terancam Bui 9 Tahun



MAHABARI, TERNATE- Setelah disahkannya Undang- undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan DPR RI, pada Selasa (12/4/2022), yang mengatur terkait ketentuan mengenai jeratan hukum pidana bagi pelaku kekerasan seksual, termasuk di dalamnya yaitu pemaksaan perkawinan antara korban dan pelaku pemerkosaan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku Utara Musrifah Alhadar kepada media Mahabari.com mengatakan, dirinya sangat mengapresiasi kepada Kemen PPPA, Kemenkumham dan DPR RI yang sudah mengesahkan UU TPKS.

Menurutnya, dengan disahkannya UU TPKS, maka DP3A daerah mempunyai sandaran hukum yg pasti terutama bagi korban kekerasan.

Baca Juga  Jelang Arus Mudik, Antrian Panjang Pembelian Tiket Kapal di Pelabuhan Ternate

“Saat ini, kami dari DP3A Maluku Utara akan mengimplementasikan di daerah sehingga seluruh elemen masyarakat bisa memahami tentang UU TPKS dan menjadi sandaran hukum bagi korban kekerasan,” ungkap Kepala DP3A Maluku Utara.

Lanjut dia, sebab dalam UU TPKS memuat ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur yakni pelecehan fisik, nonfisik, kekerasan berbasis elektronik, penyiksaan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seks.

“Namun yang paling sering kali terjadi di daerah yaitu pemaksaan perkawinan yang masih sering kita jumpai dan temukan di wilayah- wilayah pelosok dan terjauh di maluku Utara,” ungkap dia

Sementara, Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Maluku Utara Merlita Puasa mengatakan, RUU TPKS sebenarnya sudah diusulkan sejak tahun 2016 dan bahkan sudah masuk dalam Program Badan Legislasi Nasional (Balegnas) namun hingga tahun 2022 disahkan menjadi UU TPKS.

Baca Juga  GMNI dan Organda Lakukan Demo Tolak Kenaikan Harga BBM Subsidi di Halut

Kata Merlita, dari sembilan jenis kekerasan seksual yang marak terjadi di daerah khususnya di wilayah Maluku Utara yaitu pemaksaan perkawinan.

“Ketentuan pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan tertuang di dalam UU TPKS pasal 10 UU ayat (1) yang dijelaskan, bahwa setiap orang secara sengaja melawan hukum dengan memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan. Maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta,” terangnya.

Baca Juga  Muhammadiyah dan Pemerintah Berbeda Dalam Penetapan Hari Raya Idul Adha

Sedangkan, pada pasal 10 ayat (2) dirinci, termasuk pemaksaan perkawinan yakni perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, dan pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku pemerkosaan. Pemaksaan perkawinan merupakan satu dari sembilan jenis TPKS yang ketentuan pidananya diatur dalam UU TPKS. Sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual diatur di dalam pasal 4 ayat (1) UU TPKS, ujarnya.

Peliput: Faisal

Editor : uji


Baca Juga

Redaksi

Samurai Malut Kembali Datangi DPRD Ternate Terkait Kenaikan Harga BBM

Redaksi

Pengunjung Keluhkan Kerusakan Fasilitas di Taman Nukila Ternate

Hukum

AKBP Setyo Pimpin Upacara Kenaikan Pangkat Sekaligus Pemberian Reward Kepada Personil Berprestasi

Hukum

UPTD PPA Malut Lakukan Pendampingan Kepada Korban Kekerasan Seksual Tidore

Hukum

16 Saksi Sudah Di Periksa Dalam Kasus Pembunuhan Warga Desa Gotowasi

Kesehatan

Dinkes Kota Ternate Masih Tunggu Inspeksi BPOM di Apotik Terkait Kasus Gagal Ginjal di Sejumlah Daerah

Redaksi

Kodim 1508/Tobelo Lakukan Pembinaan Lingkungan Hidup di Pantai Tanjung Pilawang

Redaksi

139 Orang Peserta Ikut Pelatihan di BPVP Ternate Selama Dua Hari