TERNATE MAHABARI.com -Paska penganiayaan, oleh oknum polisi berinisial WRA menggunakan kepalan tangan. Kepada Seorang siswa SMA Negeri 2 Kota Ternate berinisial DR (15) kerap mengalami perdarahan di hidung (mimisan).
Penganiayaan tersebut diduga dilakukan oknum Polisi berinisial WRA yang diketahui bertugas di Polda Maluku Utara. Tindakan tidak terpuji itu terjadi sejak tanggal 30 Oktober 2023 lalu sekitar pukul 20.30 WIT di Kelurahan Kalumata Puncak, Kota Ternate.
Ibu korban bernama Chici menceritakan kondisi anaknya kian memprihatinkan akhir-akhir ini usai mengalami tindakan kekerasan dari oknum Polisi. Putra bungsunya itu mulai mengurung diri dikamar karena merasa kesakitan dibagian kepala dan mengalami mimisan secara berulang.
“Sekarang hidungnya sensitif sekali, merasa dingin atau disentu agak keras langsung keluar darah. Di sekolah sering keluar darah juga, sehingga saya harus izin ke sekolah agar bisa pulang istrahat di rumah”, ujar Chici kepada sejumlah awak media, Minggu (21/01).
Chici mengaku sebelumnya anaknya tidak mengalami mimisan meski berada dicuaca dingin, bahkan aktif bermain diluar bersama teman-temanya. Namun, paska kejadian putra bungsunya harus lebih hati-hati beraktivitas agar tidak alami pendarahan.
“Jadinya keseringan mengeluh sakit kepala, badan gak enakan apalagi pas mimisan. Pokoknya gak tega melihat kondisinya begitu, tahunya dia aktif bermain tapi sekarang malah lebih mengurung diri di kamar”, pungkasnya.
Tak tega melihat kondisi anaknya, kata Chici, dirinya telah membuat pengaduan ke SPKT Polda Maluku Utara terkait penganiayaan anak dibawah umur sejak 31 Oktober 2023. Namun, laporan yang diadukan tidak ditindak lanjuti.
“Sudah lapor sejak Oktober lalu tapi tidak diproses sehingga saya kembali ke Polda untuk menanyakan kejelasan laporan saya. Diarahkan ke Krimum, namun sama saja, terkesan dipersulit dalam masalah anak saya”, ungkap Chici usai mendatangi Ditreskrimum Polda Maluku Utara, Jumat (19/01) dini hari.
Sementara Kasubak Pelayanan dan Pengaduan (Yanduan) Propam Polda Maluku Utara, Maruf Ibrahim mengatakan pihaknya sudah menerima laporan yang diduga dilakukan oknum Polisi dari pihak korban, namun harus sesuai prosedur.
“Sudah kami terima, hanya saja harus melaporkan tindak pidana kekerasannya dulu baru diproses kode etiknya. Kami sudah jelaskan, bahkan sudah dibuatkan surat pengantar untuk melakukan visum”, kata Maruf saat ditemui awak media, Senin (23/01).
Lebih lanjut, Maruf menegaskan pihaknya tidak tebang pilih dalam menindak oknum polisi yang melakukan tindakan kejahatan. Dia mengaku korban sudah disarankan membuat pengaduan tindak pidana agar segera diproses.
“Pengaduannya harus pidananya dulu baru diproses etiknya, ibarat perdata pidana didahulukan pidananya. Kendala salah satunya karena masalah ini juga di laporkan ke PPA untuk mendampingi, namun mereka juga lambat merespon”, tandasnya
Selain pengaduan kode etik ke Porpam, kata Maruf, pihak keluarga juga tidak proaktif sehingga kasus terhambat. Upaya mempertemukan kedua pihak dalam Restorative Justice juga sudah dilakukan namun tidak ada titik temu.
“Kalau pelapor tidak merespon jelas tidak bisa dipaksa, kalau diproses terus tiba-tiba diluar sudah ada kesepakatan untuk damai kan lebih repot lagi. Kemarin pelapor sudah membuat pengaduan pidananya, jadi semua pengaduan yang menyangkut anggota tetap diproses”, ungkapnya.
Perlu diketahui, informasi yang diterima awak media, kasus penganiayaan anak dibawa umur yang melibatkan oknum polisi berpangkat Bripda mulai dilidik Polda Maluku Utara dengan memeriksa saksi pelapor.
Peliput: Faisal
Editor: Kibo