MAHABARI TERNATE – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, KPU dan Bawaslu harus memiliki penyelenggara berkualitas, hal ini disampaikan Akademisi juga sebagai Dekan Fakuktas Ilmu Sosial dan Politik ( Fisip) UMMU Dr. Aji Deni saat ditemui di ruang kerja pada Kamis (15/02/2023)
Aji Deni saat di wawancara mengatakan, bahwa Penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu harus miliki integritas dalam berpenyelenggara, netral dan bersih.
Menurutnya, selama ini dalam proses evaluasi pemilu penyelenggara itu punya kualitas atau tidak, tinggal kita lihat saja di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kalau kita lihat data di Pemilu di 2014 itu sudah banyak di uraikan banyak sekali kasus.
“Kita ingin Keluar dari zona rawan indeks pemilu, zona rawan indeks Pemilu Ini maksudnya, bagaimana cara kordinasi antara Bawaslu dan KPU dalam semua level kepemimpinan baik penyelenggara Teknis maupun pengawasan sehingga proses pemilu bisa berjalan dengan baik, ” ujarnya
Hal yang paling krusial itu yang pertama, bagaimana caranya KPU dan Bawaslu bisa mengantisipasi agar tidak terjadi konflik kepentingan. Ketika kalau ada di temui masyarakat yang sudah punya hak untuk memilih tapi kemudian tidak terdaftar sebagai pemilih maka biasa itu ada kebijakan aturannya.
“Setiap orang yang punya hak memilih tapi tidak ada namanya di daftar pemilih maka bisa mengisi fom C7 atau fom C5 di masukan sebagai pemilih tambahan pada saat proses pemilihan, kadang ada TPS yang membludak tapi masalahnya bagaimana caranya KPU itu bisa dapat mensiasati sementara surat suara yang di miliki terbatas,” jelasnya
Sebagai mantam penyelenggara pemilu, bahwa pemilihan itu paling rawan, surat suara yang dicetak harus sesuai jumlah DPT di tambah dengan 2,5%, bagaimana menyelamatkan masyarakat yang tidak terdaftar di DPT pada hari pemungutan suara nanti, sementara surat suara yang dicetak itu terbatas.
Misalnya, jumlah total pemilihnya ada 250 DPT ditambah dengan 2,5 % persen surat suara yang disiapkan tapi ternyata di Tps banyak masyarakat yang datang menggunakan KTP surat suara terbatas, pasti hak pilih nya tidak bisa di gunakan, bagaimana menelamatkan masyarakat kalau kejadiannya seperti itu.
Banyak masyarakat yang nanti nya tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena surat suara itu hanya tersedia bagi DPT terdaftar + 2,5%, orang-orang ini apa di biarkan tidak memilih atau ada nanti di Pemilihan Suara Susulan (PSU) baru di masukan, karena PSU itu kan tergantung gugatan dari pihak-pihak yang merasa di rugikan saja.
Jadi sebenarnya itu bagaimana tingkat Akurasi penyelenggara pemilu, mengajak masyarakat dalam sosialisasi agar pro aktif mendaftarkan diri. Maluku Utara dalam beberapa episode terakhir tidak ada di atas 55%.
Tetapi kadang kalau PSU misalnya, ada dalam beberapa kasus ini kasuistik, pernah menemukan beberapa kasus di mana, kok DPRnya bisa 100% Plash 2,5 Plash pemilu tambahan. ini luar biasa kasuistik nya, meski pun di tempat lain orang menggunakan hak suara nya kurang lebih 80% kalau seperti itu relatif.
Banyak faktor sebenarnya selain mereka sudah malas memilih, orang bilang buat apa memilih, mereka terpilih pun tidak persoalan publik tetap tidak bisa selesai,
kemiskinan, air bersih, masalah listrik, keamanan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat masih banyak terjadi.
“Kita berharap Pemilu adalah sebuah keniscayaan, masyarakat harus percaya pada KPU dan Bawaslu, saya pernah tanya pada teman-teman penyelenggara Bawaslu dan Kpu, apakah bisa di jamin tidak ada lagi PSU, baik Pelpres,Pelgub maupun di Pilkada, misalnya ada PSU di legislatif karena hal ini sering terjadi. ”
Terkadang penyelenggara juga nakal, bukan semua tapi oknum-oknum semua penyelenggara tertentu, mereka itu sering sengaja seperti itu, kalau sampai masalah berarti ada sesuatu yang tidak beres, ada Kongkalikong kepentingan antara penyelenggara dan oknum-oknum peserta pemilu. Apakah dari partai politik, calon perseorangan maupun dari pasangan calon lainnya, hal seperti ini yang perlu rapikan.
Saya sebenarnya memberikan komentar seperti ini bukan asal komentar, karena kami sengaja mengirim mahasiswa buat skripsi tentang misalnya keterlibatan ASN dalam politik, supaya data itu bisa di dapatkan baru di analisa data nya dan ternyata yang perlu kita evaluasi adalah pengawas maupun penyelenggara teknis baik di KPU maupun Bawaslu.
Karena posisi yang paling krusial bukan proses kampanye atau pendaftaran pemilih hal itu tidak terlalu bermasalah, nanti bermasalah pada pencoblos suara. Ketika pendataan DPT biar lewat dimuka orang cuek aja, tapi nanti di pencoblosan baru mereka menuntuk hak politik nya pada hal Selama ini mereka di mana.
Pola harus di rubah, karena selama ini masyarakat berpikir walaupun tidak terdaftar di DPT tapi bisa datang di TPS membawah KTP, pada hal mereka tidak pikir untung-untung kalau di sana ada kesediaan surat suara.
Kalau tidak ada ya berarti hak politiknya tidak bisa di dapat kan. Kalau seperti itu masyarakat juga kita salah kan kenapa tidak datang memilih, alasannya karena mereka tidak percaya lagi pada rezim Pemilu, dianggap dari pemilu ke pemilu masalah tidak pernah tuntas – tuntas. Tutup Aji Deni.
Peliput: Fahrun