MAHABARI, Haltim- PT. Sembaki Tambang Sentosa yang beroperasi di Desa Baburino Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera timur diminta untuk bertanggung jawab. Pasalnya, operasi produksi perusahaan nikel tersebut tengah mencemari perkebunan warga setempat.
Barce Batawi salah satu warga Desa Geltoli mengatakan, Kehadiran PT. STS sejak tahun 2009 hingga saat ini tengah mencemari perkebunan kelapa milik warga kurang lebih 60 Ha.
Darce Bilang, Ia dan masyarakat tiga Desa Geltoli, Wayafli dan Buli Asal lebih dulu mempunyai perkebunan kelapa di Desa Baburino sebelum PT. STS beroperasi di wilayah tersebut.
” Lebih dari 30 orang warga tiga desa di Kecamatan Maba, Halmahera Timur mereka terpaksa rela kehilangan mata pencaharian sebagai petani kelapa. Sebelum PT STS beroperasi, kami warga Desa Geltoli, Wayafli dan Buli Asal punya kebun kelapa sudah ada di sana Perkebunan kelapa di wilayah konsesi PT STS di Desa Baburino” Ungkap Barce ketika di temui Mahabari.com baru baru ini.
Barce Mengaku, Setelah PT. STS masuk dan beroperasi Perkebunan Kelapa mereka mulai tercemar akibat dari hasil penambangan. perkebunan kelapan yang biasanya lebih dari 3 ton per satu kali panen sudah merosot jauh setelah tercemar limbah.
“Hasil panen kelapa sudah turun jauh, berbeda dengan sebelum kehadiran PT STS. Kelapa teman-teman saya ada yang 1 ton turun menjadi 400 kilo. Bahkan ada yang 3 ton kopra tapi sekarang tinggal 100 kilo. Hasil panen buah kelapa tidak lagi bagus karena sudah tercemar. Ada sebagian yang mati dan pertumbuhan tidak lagi subur. Jadi sekarang kami petani kelapa Mulai rasakan dampak perusahaan,” Curhat Barce didampingi puluhan warga yang lahannya juga tercemar.
Akibat dari hasil perkebunan kelapa yang tidak lagi menjamin, Ia bersama teman teman petani terpaksa harus beralih profesi untuk tetap memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak.
“Kami sudah tidak bisa lagi kerja kelapa karena merasa rugi, apalagi hasil panen sudah turun jauh begutu juga harga kopra yang sudah turun. Kami pemilik kelapa sudah beralih pekerjaan, ada yang sudah beralih profesi sebagai nelayan, ada juga yang mulai produksi pohon sagu. Dan hasilnya demi mecukupi kebutuhan keluarga anak istri. Sekarang hasil kelapa kaya begini mau tidak mau torang (kami) harus cari pekerjaan lain biar istilahnya tara mati lapar,” ujarnya.
Bahkan lanjut Barces, ia bersama teman-temanya dilarang oleh pihak PT. STS untuk tidak lagi melakukan aktivitas di kebun kelapa pada pagi menjelang siang hari. Mereka diperbolehkan bepergian ke kebun kelapa apabila pada sore hari.
“Torang pigi di kobong kelapa saja pihak perusahaan tidak di kasih izin. Dibolehkan kalau sudah jam 5 sore. Kan tara mungkin kalau pergi ke kebun sudah dekat malam. Makanya kami sangat sesali dengan pihak perusahaan yang seenaknya melarang kami pergi melihat kebun kami,” bebernya.
Atas persoalan tersebut Barces dan puluhan warga itu meminta agar PT. STS agar secepatnya membayar kerugian yang mereka alami. Ia juga berharap agar pihak Perusahaan punya itikad baik.
“Kerugian yang dialami, kami tuntut pihak perusahaan STS secepatnya mengganti rugi perkebunan kelapa kami yang sudah tercemar. Kami minta pihak STS punya itikad baik untuk membayar kerugian yang kami alami,” pintanya.
Sementara Kordinator Pendamping warga pemilik lahan Evan Tandean menambahkan, perihal kasus tersebut, pihaknya sudah melayangkan surat aduan ke DPRD Halmahera Timur menyangkut aktivitas pertambangan PT. STS yang telah mencemari perkebunan kelapa warga yang terjadi semenjak dua tahun lalu. Namun aduan tersebut alami jalan buntut dan tidak menemukan solusi bagi warga.
“Beberapa minggu lalu, kami sudah sempat menyurat secara resmi ke komisi 3 DPRD Halmahera Timur diminta untuk tindak lanjut permasalahan yang dialami warga pemilik perkebunan kelapa yang tercemar. Karena sebelumnya sudah ada pertemuan DPRD dengan pihak STS namun belum ada solusi. Tujuan menyurat itu kami dihadirkan dalam rapat dengan DPRD dan instansi terkait supaya menyelesaikan permasalahan ini tapi sampai sekarang belum ada respon surat yang kami layangkan,” jelasnya.
Evan mengaku, ia bersama warga pemilik perkebunan kelapa yang ia dampinggi akan mengambil jalan lain apabila selalu mengalami jalan buntut dalam memediasi penyelesaian kasus pencemaran dimaksud.
“Surat kami masuk pada 14 Desember tapi belum ada respon. Begitu juga upaya kami beberapa kali menemui pihak STS meminta supaya menyelesaikan permasalahan pencemaran perkebunan kelapa warga tapi selalu saja alam jalan buntut. Kami akan beupaya menempuh cara lain. Karena pencemaran ini sudah masuk dua tahun tapi tidak bisa diselesaikan pihak STS makanya kami akan cari cara lain. Apalagi in persoalan hajat hidup warga pemilik kebun kelapa,” tegasnya.
Menurut Evan, aktivitas PT. STS tidak hanya mencemari pohon kelapa siap panen. Manun hutan manggorve di wilayah sekitar pun ikut tercemar akibat eksplorasi perseoraan.
“Bahkan warga tidak bisa lagi bikin peremajaan kelapa mereka. Kalau peremajaan kelapa dilakukan otomatis tetap tidak subur dan akan mati. Ini karena pencemaran yang terlalu parah,” Pungkasnya.
Peliput: Rian